Sabtu, 08 Juni 2019

BERGEGASLAH NAK

bergegaslah bocahku
kesenangan tak perlu dikuasai
kesusahan yang perlu dipelajari
satu per satu beban akan kalian terima
di seberang sana, kutunggu kedatanganmu
memberi kabar kebahagian

Rabu, 05 Juni 2019

RUTTUNG MINASA

Temmuletei Billa
Temmunangei Bosi
Mufole Tabbajo
Mutaro Lebba Mattone
Rebba Sanreseng
Runttungeng Minasa
Tassiampo Wae Macinnong

Tempedding Tenritarima
Ilesangen Paccaireng
Isampongeng Batu Malefa
Isappuru Aro Marebbu
Oo Puang,
Amaseangnga

AMZ

Jumat, 31 Mei 2019

TAJANG MULUSERENG


Lesangni uddani-e
Pinrani senge’-e
Lebba sisa mallebbang
Ri monri muwelai-e
Ri yolo muanguju-e
Pettang saha musanreseng

Gilingno mulisumae
Soro’no mutaddewe
Cenningna mallempaja
Ri ada tongenna
Ri gau patujunna
Tajanghatu mulusereng

(ATDM)
Andai cintaku Di sisimu 
sesuai dengan apa Yang kulihat dalam mimpi 
 Berarti umurku telah terlewati 
 Tanpa sedikit pun memberi makna 

  RABI'AH AL ADAWIYAH 
 Tamalanrea

Senin, 10 Mei 2010

Rajawali (WS Rendra)

Sebuah sangkar besi
tidak bisa mengubah rajawali
menjadi seekor burung nuri

Rajawali adalah pacar langit
dan di dalam sangkar besi
rajawali merasa pasti
bahwa langit akan selalu menanti

Langit tanpa rajawali
adalah keluasan dan kebebasan tanpa sukma
tujuh langit, tujuh rajawali
tujuh cakrawala, tujuh pengembara

Rajawali terbang tinggi memasuki sepi
memandang dunia
rajawali di sangkar besi
duduk bertapa
mengolah hidupnya

Hidup adalah merjan-merjan kemungkinan
yang terjadi dari keringat matahari
tanpa kemantapan hati rajawali
mata kita hanya melihat matamorgana

Rajawali terbang tinggi
membela langit dengan setia
dan ia akan mematuk kedua matamu
wahai, kamu, pencemar langit yang durhaka
W.S Rendra, Kumpulan Puisi ” Perjalanan Bu Aminah “, Yayasan Obor Indonesia – 1997

Sabtu, 27 Maret 2010

Terpaksa Beriman

Siang itu, arloji saya menunjuk angka 16.23, saya pulang cepat dari kantor, biasanya sih pulang malam. Seperti biasa, sisa waktu sore saya manfaatkan untuk tidur tiduran di rumah sambil nonton televisi. Mata mulai sayup. Untuk menambah semangat untuk tidur (he he he), saya pencet pencet remote televisi mencari siaran yang menarik dan mempercepat mata terpejam. Ahh...hampir semua tidak ada yang menarik sore ini. Kupaksakan mata untuk terlelap. Hampir saja terlela, tiba tiba terdengar suara nyaring dari depan rumah. Saya pastikan ini suara mobil INFOKOM yang mungkin mensosialisasikan hal yang penting kepada masyarakat. Saya mencoba mencermati isi pengumuman itu. Dengan jelas terdengar bahwa, "Dalam rangka lomba kebersihan, diminta kesediaan masyarakat untuk membersihkan pekarangan rumah, dan bla bla bla....banyak sekali himbauan, saya mengambil kesimpulan bahwa Dinas Kebersihan mengharapkan partisipasi masyarakat untuk ambil andil dalam perebutan Piala ADIPURA. Bagi saya pesan tadi sudah saya pahami, kembali saya mencoba menutup mata. Pukul 20.00 malam setelah makan malam, saya siap siap melanjutkan kebiasaan malam-malamku yaitu nongkrong di warung kopi atau dimana saja tempat bertemu dengan teman teman. Dalam perjalanan menuju warung kopi, saya terkagum kagum melihat perubahan kota ini. Tiba tiba rumput rumput di bahu jalan sudah mulai bersih, ranting ranting pohon telah terpangkas rapi. Hampir semua tiang listrik dicat ulang. Pokoknya semua kerja keras membersihkan kota. Saya mengarahkan mobil saya ke warung kopi favorit di kota ini, saya dapat pesan singkat dari teman, kalau dia bersama teman lainnya sudah duluan nongkrong warkop itu. Saya sangat kaget, tiba tiba mobil saya seperti menabrak sesuatu. Braaak braaakk braaakk. Bunyi seperti kaleng yang di gilas mobil. Saya sangat cemas....lalu saya buka pintu dan turun memeriksa ada apa gerangan yang berada di mobil. Ternyata sepasang kaleng bekas cat yang ukuran 20 liter telah penyot dan berada di bawah ban mobil. Masih terjelas tulisan SAMPAH BASAH dan SAMPAH KERING pada masing masing sisi luar kaleng tersebut. Kuangkat kaleng tersebut, bentuknya sudah tidak karuan dan syukurlah bagian depan mobil tidak ada masalah serius. Teman teman yang sudah ada dari tadi, kelihatan agak geli dan senyum senyum melihat kejadian tadi. Saya bergabung dengan mereka, dengan nada bercanda saya bertanda kepada pemilik warung, " Sejak kapan ada kaleng tempat sampah di depan?". Dia bilang sejak dua hari yang lalu dan di perintahkan semua membuat tong sampah yang seragam. Menyambut Piala Kalpataru,". Kata itu sebagai komentar penutupnya. Pemilik warung sepertinya tidak akan mempersoalkan kerusakan tong sampahnya. Saya langsung ambil posisi duduk menghadap ke luar. Di depan warung, di seberang jalan, ternyata terpampang spanduk yang bertuliskan KEBERSIHAN SEBAGIAN DARI IMAN, JAGALAH KEBERSIHAN LINGKUNGAN ANDA. Pantas, seisi kota lebih bersih dari biasanya. Pelayan warung membawakan secangkir kopi pesanan saya. Dengan akrab dia berkata," Siang malam semua membersihkan lingkungan rumah, pejabat camat selalu mengontrol dan mengawasi semua rumah dan toko". Saya sudah mengerti bahwa akhir akhir ini, semua orang TERPAKSA BERIMAN lagi, BERIMAN 3 tahun sekali (maksudnya membersihkan lingkungan rumah) karena daerah ini akan ikut memperebutkan piala adipura. Pekarangan di hiasi, tong sampah menjadi kewajiban (di cat pula). Saya tahu bahwa semua hanya untuk meraih adipura, sehingga semua berusaha supaya di nilai SEAKAN AKAN selalu bersih. PURA PURA punya tempat sampah. Yah...sandiwara 3 tahunan. Sudah pasti setelah penilaian berlalu, semua membuang sampah sembarangan lagi, kebersihan pekarangan bukan lagi kewajiban masyarakat. Payah....

Minggu, 21 Maret 2010

Kapitalisme PILKADA

Sulawesi Selatan dan mungkin di seluruh Indonesia, suasana riuh PILKADA sangat terasa bulan ini. Kabarnya 10 kabupaten di Sulawesi Selatan akan melaksanakan PILKADA (pemilukada) serentak di bulan Juni 2010. Di sepanjang jalan bertebaran visual idendity (VI) para kandidat calon bupati dan calon wakil bupati. Di rumah penduduk sudah tertempel sticker kandidat, bukan cuma satu tapi tidak jarang rumah di tempel sticker semua kandidat (he he he, kira kira yang mana di pilih ya ???). Mobil mobil pendukung tiba tiba berubah warna menjadi lain, di penuhi gambar-gambar kandidat. Ini menjadi lumrah kayaknya, semua kandidat memperkenalkan dirinya melalui berbagai macam cara, bahkan ada yang menempel gambar kandidat di pohon pohon (apa mereka tahu ya...kalau itu membuat pohon pohon menderita?? padahal mungkin saja pohon itu akan menjadi korban pilkada). Semua ini baru pada tahap perkenalan kandidat kepada masyarakat, mungkin kata lainnya adalah tahapan sosialisasi. Tahapan berikutnya yang akan dilakukan adalah membuat masyarakat menjadi suka dan akan memilih pada hari pencoblosan/pencontrengan. Pertemuan dengan kelompok kelompok masyarakat, saya yakin para kandidat dan tim sukses mengumbar janji yang mereka tahu sendiri pasti tidak bisa terealisasi (uhh, dasar....). Kabarnya pula sudah ada kandidat yang bagi bagi uang (money politik) kepada calon pemilih. Ini kan merusak demokrasi ya??. Mereka menganggap bahwa kegiatan money politik ini tidak melanggar hukum karena belum memasuka tahapan kampanye. Pada intinya, masyarakat di buai dengan pencitraan, janji janji dan uang. Tidak jarang tim sukses menggerutu di warung kopi kalau kandidatnya sudah mengeluarkan uang banyak...banyak sekali katanya. Belum lagi uang yang harus dikeluarkan untuk "membayar" pintu partai partai. Akan tetapi akhirnya mereka mengatakan " ahh, sekarang demokrasi memang mahal". Saya yakin bukan demokrasi yang mahal, akan tetapi nafsu kekuasaan mereka yang mahal. Saya percaya masyarakat yang akan memilih, awalnya tidak pernah meminta uang akan tetapi para kandidat dan timnya yang memulai menarik simpati warga dengan iming iming uang. Saya tidak mau mencari tahu kira kira kandidat mendapatkan dana kampanye dari mana, atau kalau menang bagaimana cara mengembalikan dana kampanye yang besar itu, semua orang sudah tahu bagaimana pemenang PILKADA mengembalikan "modal investasi" yang telah mereka keluarkan. Masalah yang lain muncul penyakit di masyarakat yaitu masyarakat menganggap bahwa musim kampanye adalah musim panen dapat uang dengan mudah. Masyarakat sudah pintar mengatakan," siapa bayar, dia dipilih". Tidak ada lagi pertimbangan lain semisal kompetensi dan track record. Masyarakat melihat kandidat sebagai ATM (mesin cetak uang) belaka. Ini merupakan sebuah kesalahan, karena terjadi berulang ulang akan menjadi lumrah dan akhirnya menjadi "benar". Tidak heran kalau seorang kandidat yang tidak populer dan tidak punya kemampuan pemerintahan tapi memilik banyak uang, berani pula maju sebagai kandidat. Mereka siap dengan dana kampanye sampai milyaran rupiah bahkan puluhan milyar. Gillllaaaaaa.......bayangkan saja, biaya buat beli pupuk untuk 200 petani tambak, bisa jadi hanya dengan ratusan juta saja. Atau biaya membuat mesjid megah hanya sampai 5 milyar saja. Semua jagi gila....masyarakat yang tidak tahu apa apa juga sudah menjadi gila. Ssst....kabarnya aktifis (independent) pun sudah jadi gila dengan mencari caari peluang untuk terlibat di PILKADA, dengan harapan dapat kucuran dana kampanye (he he he, tentu tudak semua ya...). Bahaya memang, karena mereka tidak pikirkan bahwa PILKADA dapat merubah sebuah budaya dan membuat budaya baru yaitu pilihan karena uang. Dampaknya akan berkepanjangan. Semua pemilihan pemilihan yang akan datang, semua di ukur dengan uang. Uang semata. jadi, siapa mau jadi caleg, siapa mau jadi bupati....siapkan uang banyak karena calon pemilih sudah menantikan uang tersebut. Ini KAPITALISME......

Tulisan ini saya buat sambil nongkrong di warung kopi, tiba tiba datang sekelompok pemuda dan duduk di samping meja saya. Mereka sementara menghitung proposal untuk membuat posko relawan yang akan di ajukan kepada salah satu kandidat. Hammmmmmaaakkk

BERGEGASLAH NAK

bergegaslah bocahku kesenangan tak perlu dikuasai kesusahan yang perlu dipelajari satu per satu beban akan kalian terima di seberang san...