Minggu, 21 Maret 2010

Kapitalisme PILKADA

Sulawesi Selatan dan mungkin di seluruh Indonesia, suasana riuh PILKADA sangat terasa bulan ini. Kabarnya 10 kabupaten di Sulawesi Selatan akan melaksanakan PILKADA (pemilukada) serentak di bulan Juni 2010. Di sepanjang jalan bertebaran visual idendity (VI) para kandidat calon bupati dan calon wakil bupati. Di rumah penduduk sudah tertempel sticker kandidat, bukan cuma satu tapi tidak jarang rumah di tempel sticker semua kandidat (he he he, kira kira yang mana di pilih ya ???). Mobil mobil pendukung tiba tiba berubah warna menjadi lain, di penuhi gambar-gambar kandidat. Ini menjadi lumrah kayaknya, semua kandidat memperkenalkan dirinya melalui berbagai macam cara, bahkan ada yang menempel gambar kandidat di pohon pohon (apa mereka tahu ya...kalau itu membuat pohon pohon menderita?? padahal mungkin saja pohon itu akan menjadi korban pilkada). Semua ini baru pada tahap perkenalan kandidat kepada masyarakat, mungkin kata lainnya adalah tahapan sosialisasi. Tahapan berikutnya yang akan dilakukan adalah membuat masyarakat menjadi suka dan akan memilih pada hari pencoblosan/pencontrengan. Pertemuan dengan kelompok kelompok masyarakat, saya yakin para kandidat dan tim sukses mengumbar janji yang mereka tahu sendiri pasti tidak bisa terealisasi (uhh, dasar....). Kabarnya pula sudah ada kandidat yang bagi bagi uang (money politik) kepada calon pemilih. Ini kan merusak demokrasi ya??. Mereka menganggap bahwa kegiatan money politik ini tidak melanggar hukum karena belum memasuka tahapan kampanye. Pada intinya, masyarakat di buai dengan pencitraan, janji janji dan uang. Tidak jarang tim sukses menggerutu di warung kopi kalau kandidatnya sudah mengeluarkan uang banyak...banyak sekali katanya. Belum lagi uang yang harus dikeluarkan untuk "membayar" pintu partai partai. Akan tetapi akhirnya mereka mengatakan " ahh, sekarang demokrasi memang mahal". Saya yakin bukan demokrasi yang mahal, akan tetapi nafsu kekuasaan mereka yang mahal. Saya percaya masyarakat yang akan memilih, awalnya tidak pernah meminta uang akan tetapi para kandidat dan timnya yang memulai menarik simpati warga dengan iming iming uang. Saya tidak mau mencari tahu kira kira kandidat mendapatkan dana kampanye dari mana, atau kalau menang bagaimana cara mengembalikan dana kampanye yang besar itu, semua orang sudah tahu bagaimana pemenang PILKADA mengembalikan "modal investasi" yang telah mereka keluarkan. Masalah yang lain muncul penyakit di masyarakat yaitu masyarakat menganggap bahwa musim kampanye adalah musim panen dapat uang dengan mudah. Masyarakat sudah pintar mengatakan," siapa bayar, dia dipilih". Tidak ada lagi pertimbangan lain semisal kompetensi dan track record. Masyarakat melihat kandidat sebagai ATM (mesin cetak uang) belaka. Ini merupakan sebuah kesalahan, karena terjadi berulang ulang akan menjadi lumrah dan akhirnya menjadi "benar". Tidak heran kalau seorang kandidat yang tidak populer dan tidak punya kemampuan pemerintahan tapi memilik banyak uang, berani pula maju sebagai kandidat. Mereka siap dengan dana kampanye sampai milyaran rupiah bahkan puluhan milyar. Gillllaaaaaa.......bayangkan saja, biaya buat beli pupuk untuk 200 petani tambak, bisa jadi hanya dengan ratusan juta saja. Atau biaya membuat mesjid megah hanya sampai 5 milyar saja. Semua jagi gila....masyarakat yang tidak tahu apa apa juga sudah menjadi gila. Ssst....kabarnya aktifis (independent) pun sudah jadi gila dengan mencari caari peluang untuk terlibat di PILKADA, dengan harapan dapat kucuran dana kampanye (he he he, tentu tudak semua ya...). Bahaya memang, karena mereka tidak pikirkan bahwa PILKADA dapat merubah sebuah budaya dan membuat budaya baru yaitu pilihan karena uang. Dampaknya akan berkepanjangan. Semua pemilihan pemilihan yang akan datang, semua di ukur dengan uang. Uang semata. jadi, siapa mau jadi caleg, siapa mau jadi bupati....siapkan uang banyak karena calon pemilih sudah menantikan uang tersebut. Ini KAPITALISME......

Tulisan ini saya buat sambil nongkrong di warung kopi, tiba tiba datang sekelompok pemuda dan duduk di samping meja saya. Mereka sementara menghitung proposal untuk membuat posko relawan yang akan di ajukan kepada salah satu kandidat. Hammmmmmaaakkk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BERGEGASLAH NAK

bergegaslah bocahku kesenangan tak perlu dikuasai kesusahan yang perlu dipelajari satu per satu beban akan kalian terima di seberang san...